Home | Looking for something?
  • Cerita
  • Edit
  • Kamis, 22 April 2010


    Published: 08 Feb 2010 18:58:00 WIB by: kickandy

    Meski profesinya   dokter bedah tulang,  tapi  sebagian  besar  kehidupannya  digunakan  untuk   menjadi  relawan.

    Misi kemanusiaan pertama Joserizal adalah menjadi relawan medis untuk korban konflik di Tual, Maluku Tenggara.  Berawal  dari keprihatinan, karena tenaga medis yang terjun ke wilayah tersebut bersikap tidak netral. "Kebanyakan tenaga medisnya bersikap tidak netral, tidak mau menolong orang yang berbeda agama, padahal ini kan misi kemanusiaan," ungkapnya. Selama 3 minggu berada di Maluku, Jose mengaku mendapatkan pengalaman yang tidak terlupakan.

    Gempa bumi dan tsunami di Aceh (27 Desember 2004-3 Januari 2005)
    Saat terjun ke Aceh merupakan kerja berat bagi Jose. "Saya tidak terjun sebagai ahli bedah tulang, tetapi juga negosiasi, nayi air bersih , makanan, dll. Waktu itu banyak korban yang meninggal karena tidak minum," kayanya. Di Aceh, Jose juga membantu dalam proses negosiasi kasus wartawan Ersa Siregar dan Ferry Santoro dengan GAM. "Berunding dengan GAM di pinggir kota Langsa, dekat hutan. Lepas kejadian itu, anak buah Isa Daud, pemimpin GAM minta duit ke MER-C sebesar 100 juta. Ancaman kepada saya sering saya terima, karena saya sudah masuk ke wilayah-wilayah yang sensitif," terang Jose.

    Afganistan (Tim I): 29 Oktober 2001 (tentara Taliban vs Amerika)
    Saat itu Amerika sudah menguasai Khabul. "Situasi saat itu kami banyak dihadapkan dengan korban luka-luka akibat senjata api, ranjau, rudal. Banyak yang dalam kondisi parah. Kota itu di bom habis-habisan, dan kami menangani korban di rumah sakit," kata Jose.

    Afganistan Tim II: 14 Mei 2002
    Saat itu Amerika sudah ada di Khandahar—masuk melalui Khabul. Thaliban menyarankan kepada kami untuk segera keluar dari Afganistan. "Saat itu saya sudah menjadi incara tentara Amerika, karena saya selalu masuk ke wilayah-wilayah sensitif. Thaliban berkata kepada saya bahwa tetua suku mereka meminta mereka untuk mengawal saya dan tim keluar dari Afganistan. Kami dikawal melewati jalan tikus, agar lepas dari ancaman ranjau. Mereka memberitahu kepada kami untuk tidak ke Khandahar, karena di sana Amerika memasang bom karpet. Yang kalau kena, kaki kita sampai sebatas lutut bisa terpotong!," terang Jose. Jose memutuskan berpisah dengan rombongan. "Saya berpisah dengan tim dari RI, dan pergi ke Khandahar. Saat itu saya berpikir bahwa di Khandahar pasti banyak korban luka-luka," jelasnya

    Irak-Bagdad: 1-12 April 2003
    Jose dan tim medis datang ke Irak melalui Yordania. "Jam 2 siang kami mendarat di Yordania, dan tidak diijinkan masuk. Setelah negosiasi dan perdebatan yang alot selama 5 jam—menjelaskan bahwa kami adalah tim kemanusiaan, kami diberi visa dan diijinkan masuk Irak. Mobil ambulance MER-C dicek d semua bagian. Keesokan harinya kami jalan keperbatasan. Dan jarak dari perbatasan Yordania-Irak dengan Bagdad itu 100 kilometer. Selama perjalanan yang terlihat hanya padang pasir," jelasnya.

    Tiba di Al Kimbi Hospital Jose langsung menangani pasien yang kebanyakan mengalami lika akibat tembakan. "Ada anak yang berumur 10 tahun yang kepalanya kena tembak dengan senjata otomatis. Otaknya sampai kelihatan.Kami tangani, tetapi ia tidak selamat," katanya. Setelah beberapa waktu Jose dan tim medis bekerja di Al Kimbi Hospital, kondisi Bagdad semakin parah dan persedian medis menipis. "Persediaan obat-obatan kami habis. Kami berupaya untuk mencari dan membeli di Yaman—yang tekenal dengan harga obat yang murah. Namun timbul masalah, karena perjalanan harus melalui Siria. Sulit mengurus cukai obat dan visa dari Siria ke Yordania. Setelah diskusi bahwa ini adalah misi kemanusiaan, maka kami diperbolehkan masuk Irak," jelas Jose. Setelah porak poranda, terjadi penjarahan dan pertikaian antar kelompok Jose dan tim memutuskan kembali ke tanah air. "Situasi semakin sulit diidentifikasi, antara intelejen, sipil, petugas kemanusiaan, dll. Terjadi konflik horizontal. Karena itu kami kembali ke Yordania, menunggu situasi. Tetapi ternyata tidak kondusif, kami tidak mungkin kembali ke Bagdad, sehingga kami putuskan untuk pulang ke Indonesia," terang Jose.

    Iran (Gempa bumi yang menyebabkan lebih dari 50.000 korban jiwa): 1 Januari 2004
    Saat itu terjadi masalah gempa bumi di Iran. "Saya mendengar bahwa Indonesia akan menyerahkan bantuan ke Iran dalam bentuk uang. Saya langsung telepon Pak Yusuf Kalla, mengatakan bahwa Indonesia seharusnya mengirim tenaga medis. Dan saya bersedia jadi relawan ke Iran dalam misi kemanusiaan itu," katanya.

    Dalam perjalanan menuju Iran terjadi kendala. "kami berangkat menggunakan pesawat herkules yang sudah tua. Kami harus landing di Kerman, karena baling-baling pesawatnya nggak mau bekerja. Tetapi kemudian hidup kembali karena diterpa angin, kita semua lari-lari mengejar pesawat dan masuk ke dalam pesawat. Saat take off saya merasakan pesawat bergerak aneh karena terpaksa menaikkan ketinggian dengan cepat. Itu adalah perjalanan yang luar biasa. Saya sempat merasa ketakutan, takut jatuh!," ungkap Jose.

    Dari Kerman terbang menuju Bam. "Di Bam kami bertemu dengan pejabat di sana, ngobrol, dan akhirnya kita buka tenda darurat, poliklinik, tenda pengungsian dan melakukan operasi. Masuk minggu ke-3 di Bam, saya merasa bahwa yang kami lakukan tidak efektif karena yang berobat kebanyak orang-orang kaya, bukan korban sipil. Saya bilang kepada komandan di sana bahwa saya harus kembali ke Indonesia. Saya di telepon supaya saya kembali. Di minta menjadi negosiator, berunding dengan GAM," jelas Jose.

    Kashmir-Pakistan (gempa bumi): 13-27 Oktober 2005
    Jose mendarat di kota Lahor. "Saya dijemput oleh kotak person kami dan pergi ke Muzaffarabad. Kemudian ditempatkan di pusat gempa. Saya melakukan operasi di wilayah terbuka. Saat itu musim dingin, dan bulan puasa. Kami melakukan operasi dan memberikan pelayanan medis selama 24 jam non-stop. Sangat melelahkan!. Setelah 17 hari, kami dideportasi. Kembali ke Indonesia melalui Muaffarabad," jelas Jose.

    Libanon (perang antara Israel dengan Hizbullah): 10 Juli-14 Agustus 2006
    Masuk ke Libanon melalui Suriah, kemudian ke Beirut. "Kami bikin basecamp selama 2 hari. Kompleks Hizbullah dihancurkan oleh Israel. Tenaga medis dan penangaannya sudah baik. Hizbullah lebih cekatan dalam menangani korban. Kami hanya menangani korban yang tersisa saja. Setelah 3 minggu membantu korban perang, kami pulang ke Indonesia," tuturnya.

    Gaza-Palestina: Desember 2008-31 Januari 2009
    MER-C, Departemen Kesehatan dan wartawan Indonesia bergabung melakukan misi kemanusiaan ke Palestina. "Saya ditelepon, diminta membantu. Misi pertama itu ke Yordania. Dan rencananya bantuan hanya diserahkan kepada duta besarnya di kantor perwakilan. Kemudian saya mengatakan bahwa bantuan tersebut seharusnya langsung diserahkan kepada masyarakat," kata Jose.

    Jose  mengaku merasa mendapat amanah untuk melakukan sesuatu yang lebih untuk orang lain. Banyak yang bertanya kepada saya kalau mau melakukan sesuatu mengapa tidak di Indonesia, seperti di Jakarta banyak korban banjir?! Persoalan yang menjadi pertimbangan adalah urgency, walaupun di Jakarta juga banyak yang harus ditolong.

    0 komentar:

    Posting Komentar

     

    TV Channel

    google translate

    chat disini aja yuk ^^